Rabu, 29 Desember 2010

IMPLEMENTASI MBS DAN KAITANNYA DENGAN PENINGKATAN MUTU PENDIDIKAN (STUDI KASUS DI MTs SERPONG)

I. LATAR BELAKANG
Secara fungsional, pendidikan pada dasarnya ditujukan untuk menyiapkan manusia menghadapi masa depan agar hidup lebih sejahtera, baik sebagai individu maupun secara kolektif sebagai warga masyarakat, bangsa maupun antar bangsa. Bagi pemeluk agama, masa depan mencakup kehidupan di dunia dan pandangan tentang kehidupan hari kemudian yang bahagia.
Bersamaan dengan itu, pemerintah juga mengeluarkan undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan Nasional, sebagai pengganti undang-undang nomor 2 tahun 1989. Salah satu Isu penting dalam undang-undang tersebut adalah pelibatan masyarakat dalam pengembangan sektor pendidikan, sebagaimana ditegaskan pada pasal 9 bahwa masyarakat berhak untuk berperan serta dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan evaluasi program pendidikan. Pasal ini merupakan kelanjutan dari pernyataan pada pasal 4 ayat 1 bahwa pendidikan di Indonesia diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan. Demokratisasi pendidikan merupakan implikasi dari dan sejalan dengan kebijakan mendorong pengelolaan sektor pendidikan pada daerah, yang implementasinya ditingkat sekolah, baik rencana pengembangan sarana, dan alat ketanagaan, kurikulum serta berbagai program pembinaan siswa, semua diserahkan pada sekolah untuk merancangnya serta mendiskusikannya dengan mitra horizontalnya dari komite sekolah.
Pemberian otonomi pendidikan yang luas pada sekolah merupakan kepedulian pemerintah terhadap gejala-gejala yang muncul di masyarakat serta upaya peningkatan mutu pendidikan secara umum. Pemberian otonomi ini menuntut pendekatan manajemen yang lebih kondusif di sekolah agar dapat mengakomodasi seluruh keinginan sekaligus memberdayakan berbagai komponen masyarakat secara efektif guna mendukung kemajuan dan sistem yang ada di sekolah. Dalam kerangka inilah, MBS tampil sebagai alternatif paradigma baru manajemen pendidikan yang ditawarkan. MBS merupakan suatu konsep yang menawarkan otonomi pada sekolah untuk menentukan kebijakan sekolah dalam rangka meningkatkan mutu, efisiensi dan pemerataan pendidikan agar dapat mengakomodasi keinginan masyarakat setempat serta menjalin kerjasama yang erat antara sekolah, masyarakat dan pemerintah
Dengan latar belakang tesebut jelas bahwa Manajemen Berbasis Sekolah merupakan suatu penawaran bagi sekolah untuk menyediakan penidikan yang lebih baik dan lebih memadai bagi peserta didik karena MBS memberi peluang bagi kepala sekolah, guru, dan peserta didik untuk melakukan inovasi dan improvisasi di sekolah, berkaitan dengan masalah kurikulum, pembelajaran manajerial dan lain sebagainya yang tumbuh dari aktivitas, kreativitas, dan profesionalisme yang dimiliki dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan, oleh karenanya penulis tertarik untuk mengetahui apakah penerapan konsep manajemen berbasis sekolah berpengaruh terhadap peningkatan mutu pendidikan. Dalam hal ini penulis mengadakan penelitian dengan judul :.Implementasi MBS dan Kaitannya Dengan Peningkatan Mutu Pendidikan (Studi Kasus di MTs Serpong).
Berdasarkan hal tersebut, penulis tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul: “Pengaruh Kepemimpinan Kepala Sekolah terhadap Kinerja Guru di SD Negeri Cepoko 01 Kecamatan Gunungpati”.
II. IDENTIFIKASI MASALAH
Berdasarkan pemaparan tersebut, dapat dilakukan identifikasi masalah penelitian yang berkaitan dengan strategi peningkatan mutu pendidikan adalah sebagai berikut:
1. Pembiayaan pendidikan
2. SDM Pendidikan
3. Sarana dan prasarana Pendidikan
4. Manajemen Pendidikan
5. Kurikulum Pendidikan
6. Lingkungan Pendidikan
III. PERUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang, dan identifikasi diatas, maka permasalahan penelitian ini dirumuskan sebagai berikut: “Apakah Implementasi MBS memiliki hubungan dengan peningkatan mutu pendidikan”

IV. MANFAAT PENELITIAN
Hasil penelitian terhadap implementasi MBS dan kaitannya dengan peningkatan mutu pendidikan di MTs Serpong ini diharapkan memberikan sejumlah manfaat, antara lain:
1. Secarateoritis / akademis, penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khasanah kepustakaan pendidikan, khususnya mengenai korelasi antara implementasi MBS dengan mutu pendidikan serta dapat menjadi bahan masukan bagi mereka yang berminat menindaklanjuti hasil penelitian ini dengan mengambil kancah penelitian yang berbeda dan dengan sampel penelitian yang lebih banyak.
2. Secara Praktis, hasil penelitian ini dapat memberikan masukan bagi MTs Serpong untuk mengetahui peningkatan mutu pendidikan melalui implementasi MBS. Tujuan Penelitian.

V. TUJUAN PENELITIAN
Tujuan yang ingin dicapai melalui penelitian ini adalah: Mengetahui langkah-langkah yang dilakukan sekolah untuk meningkatkan mutu pendidikan. Mengetahui penerapan konsep MBS yang dilakukan di Mts Serpong

VI. KAJIAN TEORI, KERANGKA BERFIKIR DAN HIPOTESIS
A. Kajian Teori
1. Konsep MBS (Manajemen Berbasis Sekolah)
a. Pengertian Manajemen berbasis Sekolah MBS
Istilah Manajemen berbasis Sekolah merupakan terjemahan dari .School Based Management.. Istilah ini pertama kali muncul di Amerika Serikat ketika masyarakat mulai mempertanyakan relevansi pendidikan dengan tuntutan dan perkembangan masyarakat setempat.
Menurut Bedjo sudjanto, .MBS merupakan model manajemen pendidikan yang memberikan otonomi lebih besar kepada sekolah. Disamping itu, MBS juga mendorong pengambilan keputusan partisipatif yang melibatkan langsung semua warga sekolah yang dilayani dengan tetap selaras pada kebijakan nasional pendidikan.
Jadi, MBS merupakan sebuah strategi untuk memajukan pendidikan dengan mentransfer keputusan penting memberikan otoritas dari negara dan pemerintah daerah kepada individu pelaksana di sekolah. 11MBS menyediakan kepala sekolah, guru, siswa, dan orang tua kontrol yang sangat besar dalam proses pendidikan dengan memberi mereka tanggung jawab untuk memutuskan anggaran, personil, serta kurikulum.

b. Karakteristik MBS
MBS memiliki karakter yang perlu dipahami oleh sekolah yang akan menerapkannya, karakteristik tersebut merupakan ciri khas yang dimiliki sehingga membedakan dari sesuatu yang lain. MBS memiliki karakteristik sebagai berikut:
a. Adanya otonomi yang luas kepada sekolah
b. Adanya partisipasi masyarakat dan orang tua siswa yang tinggi
c. Kepemimpinan sekolah yang demokratis dan profesional
d. Adanya team work yang tinggi, dinamis dan profesional
Karakteristik Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (MPMBS) dapat dilihat pula melalui pendidikan sistem. Hal ini didasari oleh pengertian bahwa sekolah merupakan . Sebuah sistem sehingga penguraian karakteristik MPMBS berdasarkan berdasarkan pada input, proses dan output.
Karakteristik MBS bisa diketahui juga antara lain dari bagaimana sekolah dapat mengoptimalkan kinerja organisasi sekolah, proses belajar mengajar, pengelolaan sumber daya manusia,dan pengelolaan sumber daya administrasi.

c. Tujuan Manajemen berbasis Sekolah
Tujuan utama Manajemen Berbasis Sekolah adalah meningkatkan efisiensi, mutu, dan pemerataan pendidikan. Peningkatan efisiensi diperoleh melalui keleluasaan mengelola sumber daya yang ada, partisipasi masyarakat, dan penyederhanaan birokrasi. Peningkatan mutu diperoleh melalui partisipasi orang tua, kelenturan pengelolaan sekolah, peningkatan profesionalisme guru, adanya hadiah dan hukuman sebagai kontrol, serta hal lain yang dapat menumbuh kembangkan suasana yang kondusif.
Sementara itu baik berdasarkan kajian pelaksanaan dinegara-negara lain, maupun yang tersurat dan tersirat dalam kebijakan pemerintah dan UU sisdiknas NO. 20 Tahun 2003, tentang Pendidikan Berbasis Masyarakat pasal 55 ayat 1:Masyarakat berhak menyelenggarakan pendidikan berbasis masyarakat pada pendidikan formal dan non formal sesuai dengan kekhasan agama, lingkungan sosial, dan budaya untuk kepentingan masyarakat. Berkaitan dengan pasal tersebut setidaknya ada empat aspek yaitu: kualitas (mutu) dan relevansi, keadilan, efektifitas dan efisiensi, serta akuntabilitas.
1) MBS bertujuan mencapai mutu quality dan relevansi pendidikan yang setinggi-tingginya, dengan tolok ukur penilaian pada hasil output dan outcome bukan pada metodologi atau prosesnya.
2) MBS bertujuan menjamin keadilan bagi setiap anak untuk memperoleh layanan pendidikan yang bermutu disekolah yang bersangkutan.
3) MBS bertujuan meningkatkan efektifitas dan efisiensi.
4) MBS bertujuan meningkatkan akuntabilitas sekolah dan komitmen semua stake holders.

d. Langkah-langkah MBS
Secara umum dapat disimpulkan bahwa implementasi MBS akan behasil melalui strategi- strategi berikut ini:
Pertama, sekolah harus memiliki otonomi terhadap empat hal, yaitu dimilikinya otonomi dalam kekuasaan dan kewenangan, pengembangan pengetahuan dan keterampilan secara berkesinambungan, akses informasi ke segala bagian dan pemberian penghargaan kepada setiap pihak yang berhasil.
Kedua, adanya peran serta masyarakat secara aktif, dalam hal pembiayaan, proses pengambian keputusan terhadap kurikulum. Sekolah harus lebih banyak mengajak lingkungan dalam mengelola sekolah karena bagaimanapun sekolah adalah bagian dari masyarakat luas.
Ketiga, kepala sekolah harus menjadi sumber inspirasi atas pembangunan dan pengembangan sekolah secara umum. Kepala sekolah dalam MBS berperan sebagaidesigner, motivator, fasilitator. Bagaimanapun kepala sekolah adalah pimpinan yang memiliki kekuatan untuk itu. Oleh karena itu, pengangkatan kepala sekolah harus didasarkan atas kemampuan manajerial dan kepemimpinan dan bukan lagi didasarkan atas jenjang kepangkatan.
Keempat, adanya proses pengambilan keputusan yang demokratis dalam kehidupan dewan sekolah yang aktif. Dalam pengambilan keputusan kepala sekolah harus mengembangkan iklim demokratis dan memperhatikan aspirasi dari bawah. Konsumen yang harus dilayani kepala sekolah adalah murid dan orang tuanya, masyarakat dan para guru. Kepala sekolah jangan selalu menengok ke atas sehingga hanya menyenangkan pimpinannya namun mengorbankan masyarakat pendidikan yang utama.
Kelima, semua pihak harus memahami peran dan tanggung jawabnya secara bersungguhsungguh. Untuk bisa memahami peran dan tanggung jawabnya masing-masing harus ada sosialisasi terhadap konsep MBS itu sendiri. Siapa kebagian peran apa dan melakukan apa, sampai batas-batas nyata perlu dijelaskan secara nyata.
Keenam, adanya guidlines dari departemen pendidikan terkait sehingga mampu mendorong proses pendidikan di sekolah secara efisien dan efektif. Guidelines itu jangan sampai berupa peraturan-peraturan yang mengekang dan membelenggu sekolah. Artinya, tidak perlu lagi petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis dalam pelaksanaan MBS, yang diperlukan adalah rambu-rambu yang membimbing.
Ketujuh, sekolah harus memiliki transparansi dan akuntabilitas yang minimal diwujudkan dalam laporan pertanggung jawabannya setiap tahunnya. Akuntabilitas sebagai bentuk pertanggung jawaban sekolah terhadap semua stakeholder. Untuk itu, sekolah harus dijalankan secara transparan, demokratis, dan terbuka terhadap segala bidang yang dijalankan dan kepada setiap pihak terkait.
Kedelapan, Penerapan MBS harus diarahkan untuk pencapaian kinerja sekolah dan lebih khusus lagi adalah meningkatkan pencapaian belajar siswa. Perlu dikemukakan lagi bahwa MBS tidak bisa langsung meningkatkan kinerja belajar siswa namun berpotensi untuk itu. Oleh karena itu, usaha MBS harus lebih terfokus pada pencapaian prestasi belajar siswa.
Kesembilan, implementasi diawali dengan sosialsasi dari konsep MBS, identifikasi peran masing-masing pembangunan kelembagaan capacity building mengadakan pelatihan pelatihan terhadap peran barunya, implementasi pada proses pembelajaran, evaluasi atas pelaksanaan dilapangan dan dilakukan perbaikan-perbaikan.
Bagi sekolah yang sudah beroperasi ( sudah ada / jalan) paling tidak ada 6 (enam) langkah, yaitu : 1) evaluasi diri self assessment; 2) Perumusan visi, misi, dan tujuan; 3) Perencanaan; 4) Pelaksanaan; 5) Evaluasi; dan 6) Pelaporan.

2. Strategi Peningkatan Mutu Pendidikan
a. Pengertian Mutu Pendidikan
Pengertian mengenai mutu pendidikan mengandung makna yang berlainan. Namun, perlu ada suatu pengertian yang operasional sebagi suatu pedoman dalam pengelolaan pendidikan untuk sampai pada pengertian mutu pendidikan, kita lihat terlebih dahulu pengertian mutu pendidikan.
Menurut kamus besar bahasa Indonesia,.Mutu adalah ukuran baik buruk suatu benda, keadaan, taraf atau derajad (kepandaian, kecerdasan, dan sebagainya).
Korelasi mutu dengan pendidikan, sebagaimana pengertian yang dikemukakan oleh Dzaujak Ahmad, .Mutu pendidikan adalah kemampuan sekolah dalam pengelolaan secara operasional an efisien tehadap komponen-komponen yang berkaitan dengan sekolah sehingga menghasilkan nilai tambah terhadap komponen tersebut menurut norma/ standar yang berlaku.
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa bicara pendidikan bukanlah upaya sederhana, melainkan suatu kegiatan dinamis dan penuh tantangan. Pendidikan selalu berubah seiring dengan perubahan jaman. Oleh karena itu pendidikan senantiasa memerlukan upaya perbaikan dan peningkatan mutu sejalan dengan semakin tingginya kebutuhan dan tuntunan kehidupan masyarakat.

b. Indikator Mutu Pendidikan
Indikator atau kriteria yang dapat dijadikan tolok ukur mutu pendidikan yaitu:
a. Hasil akhir pendidikan
b. Hasil langsung pendidikan, hasil langsung inilah yang dipakai sebagai titik tolak pengukuran mutu pendidikan suatu lembaga pendidikan. Misalnya tes tertulis, daftar cek, anekdot, skala rating, dan skala sikap.
c. Proses pendidikan
d. Instrumen input, yaitu alat berinteraksi dengan raw input (siswa)
e. Raw input dan lingkungan
Dalam konteks pendidikan, pengertian mutu dalam hal ini mengacu pada konteks hasil pendidikan mengacu pada prestasi yang dicapai oleh sekolah pada setiap kurun waktu tertentu setiap catur wulan, semester, setahun, 5 tahun dan sebagainya). Prestasi yang dicapai dapat berupa hasil test kemampuan akademis (misalnya ulangan umum, UN, dan lain-lain), dapat pula prestasi di bidang lain misalnya dalam cabang olah ragaatau seni. Bahkan prestasi sekolah dapat berupa kondisi yang tidak dapat dipegang intangible seperti suasana disiplin. Keakraban, saling menghormati dan sebagainya.
c. Langkah-langkah Peningkatan Mutu Pendidikan
Upaya perbaikan pada lembaga pendidikan tidak sederhana yang dipikirkan karena butuh perbaikan yang berkelanjutan, berikut ini langkah-langkah dalam meningkatkan mutu pendidikan.
1. Memperkuat Kurikulum
Kurikulum adalah instrumen pendidikan yang sangat penting dan strategis dalam menata pengalaman belajar siswa, dalam meletakkan landasan-landasan pengetahuan, nilai, keterampilan,dan keahlian, dan dalam membentuk atribut kapasitas yang diperlukan untuk menghadapi perubahan-perubahan sosial yang terjadi.
2. Memperkuat Kapasitas Manajemen Sekolah
Dewasa ini telah banyak digunakan model-model dan prinsip-prinsip manajemen modern terutama dalam dunia bisnis untuk kemudian diadopsi dalam dunia pendidikan. Salah satu model yang diadopsi dalam dunia pendidikan. Salah satu model yang diadopsi adalah . School Based Management..
3. Memperkuat Sumber Daya Tenaga Kependidikan
a. Memperkuat Sistem Pendidikan Tenaga Kependidikan
Dalam jangka panjang, agenda utama upaya memperkuat sumber daya tenaga kependidikan ialah dengan memperkuat sistem pendidikan dan tenaga kependidikan yang memiliki keahlian.
b. Memperkuat Kepemimpinan
Dalam fondasi berbagai karakteristik pribadi, pimpinan lembaga pendidikan perlu menciptakan visi untuk mengarahkan lembaga pendidikan dan karyawannya.
c. Meningkatkan Mutu Mengajar Melaui Program Inovatif Berbasis Kompetensi
Selama ini sekolah terutama guru masih sangat terbatas dalam melakukan inovasi-inovasi pembelajaran.
d. Mengoptimalkan Fungsi-Fungsi Tenaga Kependidikan
Di sekolah-sekolah selama ini yang berperan utama adalah guru. Seorang guru melaksanakan berbagai fungsi baik fungsi mengajar, konselor, teknisi, maupun pustakawan.
4. Perbaikan yang berkesinambungan
Perbaikan yang berkesinambungan berkaitan dengan komitmen (Continuos quality Improvement atau CQI) dan proses Continuous pross Improvement.
B. Kerangka Berfikir
Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) atau .School based management. (SBM) bukanlah sesuatu yang asli Indonesia, meskipun esensi tertentu sebenarnya sudah berada (eksis) di Indonesia sejak sebelum Indonesia merdeka yang terbukti dengan adanya berbagai lembaga pendidikan swasta (swadaya masyarakat), bahkan sebagian besar berbentuk lembaga pendidikan .tradisional. baik yang berlandaskan agama maupun budaya.
Sebagai konsep, MBS telah diterapkan di beberapa negara maju, tetapi sebagai model manajemen yang terkait dengan sistem pendidikan setempat (negara yang bersangkutan), maka tidak ada satupun model yang sama antara model penerapan dinegara yang satu dengan negara yang lain. Demikian juga penerapannya di Indonesia sangat terkait dengan sistem pemerintahan (yang baru mengalami perubahan besar dan implementasinya masih terus berkembang), sistem pendidikan, kebijakan yang mendukung, serta pengalaman-pengalaman masa lalu yang dapat digunakan sebagai guru terbaik disamping mengambil manfaat dari pengalaman negara lain, agar tidak perlu mengulang kesalahan yang sama.
Keberhasilan introduksi MBS di indonesia (sungguhpun secara bertahap atau incremental) tidak lepas dari kondisi objektif yang mendukung pada saat (timing) yang tepat. Elemen-elemen yang mendukung tersebut antara lain : iklim perubahan pemerintahan yang menghendaki transparansi, demokratisasi dan akuntabilitas, desentralisasi dan pemberdayaan potensi masyarakat, konsepsi manajemen pendidikan yang telah lama dipendam oleh para tokoh pendidikan untuk diaktualkan, serta sebagian birokrat yang secara diam-diam konsisten ingin melakukan reform tanpa banyak publikasi.
Konkritnya, keluarnya UU No. 22 tahun 1999 tentang pemerintah daerah dan PP No. 25 tahun 2000 tentang kewenangan pemerintah dan kewenangan propinsi sebagai Daerah Otonomi, UU No.25 Tahun 2000 tentang Propenas, dan Kepmemdiknas No. 122/U/2001 tentang Rencana Strategis Pembangunan Pendidikan, Pemuda, dan olah raga tahun 2000-2004, serta UU Sisdiknas Tahun 2003 memberikan landasan hukum yang kuat untuk diterapkannya Manajemen Berbasis Sekolah atau .School Based Management. dan pendidikan yang berbasis masyarakat atau .Community based education. sebagai sebuah inovasi pendidikan untuk mencapai pendidikan yang lebih sempurna dalam meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia.
C. Hipotesis
Hipotesis adalah suatu jawaban yang bersifat sementara terhadap permasalahan penelitian sampai terbukti melalui data yang terkumpul setelah menentapkan anggapan dasar maka lalu membuat teori sementara yang kebenarannya masih perlu diuji .
Ho : Tidak terdapat hubungan positif antara Implementasi MBS dengan Peningkatan Mutu Pendidikan.
Ha : Terdapat hubungan positif antara Implementasi MBS dengan Peningkatan Mutu Pendidikan.

VII. METODE PENELITIAN
5.3 Kerangka Berpikir
Guru memiliki tugas sebagai pengajar yang melakukan transfer pengetahuan. Selain itu, guru juga sebagai pendidik yang melakukan transfer nilai-nilai sekaligus sebagai pembimbing yang memberikan pengarahan dan menuntun siswa dalam belajar. Untuk itu guru harus berperan aktif dan menempatkan kedudukannya sebagai tenaga profesional, yang bekerja dengan kinerja yang tinggi.
Kinerja guru akan menjadi optimal, bila diintegrasikan dengan komponen sekolah, baik kepala sekolah maupun sarana prasarana kerja yang memadai. Kepemimpinan yang efektif dapat tercipta apabila kepala sekolah memiliki sifat, perilaku dan keterampilan yang baik untuk memimpin sebuah organisasi sekolah. Dalam perannya sebagai pemimpin, kepala sekolah harus mampu untuk mempengaruhi semua orang yang terlibat dalam proses pendidikan yaitu guru dan fasilitas kerja yang akhirnya mencapai tujuan dan kualitas sekolah.
5.4 Hipotesis Penelitian
Hipotesis adalah suatu jawaban yang bersifat sementara terhadap permasalahan penelitian sampai terbukti melalui data yang terkumpul setelah menentapkan anggapan dasar maka lalu membuat teori sementara yang kebenarannya masih perlu diuji . (Arikunto, 1998: 67)
Dalam penelitian ini yang menjadi hipotesis kerja (Ha) yaitu “ada pengaruh positif kepemimpinan kepala sekolah terhadap kinerja guru di SD Negeri Cepoko 01 Gunungpati”.
VII. METODE PENELITIAN
A. Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah metode survey dan penelitian deskriptif korelasional yaitu dengan menjelaskan dan menjabarkan berbagai teori yang diperlukan dalam penjabaran fakta-fakta yang ditemukan. Selain itu, penulis juga menggunakan metode penelitian kuantitatif yaitu metode penelitian dengan menggunakan perhitungan statistik untuk mengungkapkan adanya hubungan antara penerapan konsep MBS dengan peningkatan mutu pendidikan.

B. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada bulan oktober 2006 dan mengambil tempat di MTs Serpong yang terletak di jalan Raya Puspiptek Serpong Kec. Serpong.
C. Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian. Sedangkan sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti. Dalam penelitian ini populasi yang diambil adalah guru MTs Serpong yang berjumlah 40 orang. Dalam kaitan ini peneliti mengambil sampel secara acak atau random sampling. Sampel yang diambil adalah sebanyak 20 orang yaitu 50% dari 40 orang guru.
D. Teknik Pengumpulan Data
Untuk mengumpulkan data-data yang diperoleh dalam penelitian, maka penulis menggunakan beberapa teknik, antara lain:
1. Teknik Observasi
Observasi diartikan sebagai sebagai pengalaman dan pencatatan secara sistematis terhadap segala yang tampak pada objek penelitian, observasi ini dilakukan guna mendapatkan informasi tambahan dari hasil wawancara dan angket.
2. Angket
Metode angket yaitu teknik pengumpulan data dengan cara menyusun suatu daftar yang berisikan rangkaian pertanyaan mengenai suatu hal dalam suatu bidang
E. Instrumen Pengumpulan Data
1. Variabel Implementasi MBS (X)
a. Definisi Konseptual
Implementasi MBs di definisikan sebuah strategi untuk memajukan pendidikan dengan mentransfer keputusan penting memberikan otoritas dari negara dan pemerintah daerah kepada individu pelaksana di sekolah.
b. Definisi Operasional
MBS adalah operasionalisasi konsep yang masih bersifat potensial (tertulis) yang harus dilaksanakan di sekolah. Secara garis besar ada beberapa cakupan Implementasi MBS yang dapat dijadikan tolok ukur: (1) Manaj. Kurikulum, (2) Manaj. Kurikulum, (3) Manaj. Tenaga kependidikan, (4) Manaj. Hubungan Sekolah dengan Masyarakat, (5) Manaj. Sarana dan Prasarana.

2. Variabel (Y) Peningkatan Mutu Peningkatan
a. Definisi Konseptual
Mutu Pendidikan adalah kemampuan sekolah dalam pengelolaan secara operasional dan efisien terhadap komponen-komponen yang berkaitan dengan sekolah sehingga menghasilkan nilai tambah terhadap komponen tersebut menurut norma/standar yang berlaku.
b. Definisi Operasional
Yang dimaksud Mutu Pendidikan dalam penelitian ini adalah skor yang diperoleh dari kuisioner mengenai apa saja yang menjadi faktor dalam meningkatkan mutu pendidikan yang mencakup: Siswa, Guru, Kurikulum, KBM, Manajemen Sekolah.










DAFTAR PUSAKA
Abu Duhou, Ibtisam, School Based Management, Logos, 2004.
Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta: Rineka
Cipta, 2002, Cet ke-12.
Azra, Azyumardi, Inovasi Kurikulum, Edisi 01/Tahun 2003, Strategi Pengembangan
Kurikulum Madrasah Aliyah Dalam Era Otonomi Daerah dan Desentralisasi Pendidikan.
Depdiknas, MPMBS, Konsep & Pelaksanaan, Jakarta: Dirjen Dikdasmen 2001.
Djauzak, Ahmad, Penunjuk Peningkatan Mutu Pendidikan di sekolah Dasar, Jakarta:
Depdikbud 1996.
Faisal, Sanapiah, Format-format Penelitian Soal, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001,
Cet ke-5.
Fatah, Nanang, Konsep Management Berbasis Sekolah dan Dewan Sekolah, Bandung:
Pustaka Bani Quraisy 2003.
Hamalik, Oemar, Evaluasi Kurikulum, Bandung: Remaja Rosdakarya, 1990
Ibrahim, Buddy, TQM, Djambatan, 2000.
Irawan, Ade Dkk, Mendagangkan Sekolah (Studi Kebijakan Manajemen Berbasis
Sekolah di DKI Jakarta), ICW, 2004
Koenjaraningrat, Metode- Metode Penelitian Masyarakat, jakarta: Gramedia,1981
Membina Mutu Pendidikan, (www. Kompas. Com), 3 februari 2005
Mulyasa, Enco, Manajemen Berbasis Sekolah, Rosda, 2004.
Nurhasan, Konvensi Nasional Pendidikan Indonesia, Kurikulum Untuk Abad 21,
Indikator Cara Pengukurandan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Mutu Pendidikan, Jakarta PT. sindo 1994.
Nurkholis, Manajemen Berbasis Sekolah, Teori dan Praktek, Rosda, 2004.
Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Depdikbud kamus besar bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka ,1999.
Rangkuti, Fredy, Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis Berorientasi Konsep
Perencanaan Strategi Untuk Menghadapi Abad 21, Jakarta: PT Gramedia utama,2002
Rochaeti, Eti, Dkk, Sistem Informasi Manajemen Pendidikan, Bumi Aksara, 2005.
Rosyada, Dede, Paradigma Pendidikan Demokratis, Kencana, 2004.
Rumtini dan Jiyono, Manajemen Berbasis Sekolah:. Konsep dan Kemungkinannya
Strategi dan Pelaksanaannya di Indonesia., Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, 1999.
Soebagio Atmodiworo, Manajemen Pendidikan Indonesia Jakarta: PT. Ardadijaya, 2000.
Sujanto, Bedjo, Mensiasati Manajemen Berbasis Sekolah Di Era Krisis Yang
Berkepanjangan, ICW, 2004.
Syafarudin Saud, Udin, Implementasi School Based Management Sebagai Strategi Pengembangan Otonomi Sekolah, 2001.
Syafarudin, Manajemen Mutu Terpadu dalam Pendidikan, Grasindo, 2002.
Tilaar, Manajemen Pendidikan Nasional: Remaja Rosda Karya, 1999.
Tim Penyusun Pedoman Penulisan Skripsi, Tesis dan disertasi, IAIN Syarif Hidayatullah, Jakarta: IAIN Jakarta Press & Logos Wacana Ilmu, 2000 cet.I
Tjiptono, Fandy, Manajemen Jasa, Andi Offset Yogyakarta,1999.
Umaedi, Manajemen Mutu Berbasis Sekolah/Madrasah (MMBS/M) CEQM, 2004.
Uwes Sanusi, Manajemen Pengembangan Mutu Dosen, Jakarta: Logos wacana Ilmu,1999.
Wahyu Ariyani, Doretea, Manajemen Kualitas, yogyakarta: Andioffset 1999